Lost Home - Tentang Rumah yang Tak Lagi Sama

PEMBAKARAN HUTAN

 

Hutan merupakan ekosistem bagi makhluk hidup yang mendiami kawasan hijau tersebut. Sayangnya, rumah ini dinodai oleh tindakan-tindakan yang dapat merusak hutan sebagai rumah bagi semua makhluk hidup tersebut. Satu di antaranya yakni pembakaran hutan. Di satu sisi, pembakaran tersebut memang digunakan untuk sebagai lahan pertanian baru bagi masyarakat. Tetapi, ada hal yang lebih penting diperhatikan yakni jika hal itu secara tidak langsung mempersempit ruang bagi makhluk yang mendiami kawasan tersebut. Terlebih, semakin berkurangnya makanan yang akan dikonsumsi oleh makhluk-makhluk yang mendiami area tersebut. Tak dapat dihindari, semakin masif hal itu dilakukan, tak menampik jika para makhluk yang mendiami kawasan hutan seperti hewan, mulai dari hewan berukuran kecil hingga besar dan buas akan mencari makan ke kawasan yang didiami oleh manusia. Salah satu hewan yang paling yang terdampak tentang perihal tindakan ini adalah Orang utan. Selain berdampak pada satwa yang mendiami hutan tersebut, pembakaran hutan juga berdampak terhadap lingkungan yaitu pemansan global yang tentunya berdampak negatif bagi alam maupun makhluk hidup di muka bumi ini.   



Populasi orang utan sedang menghadapi kepunahan hingga menyebabkan spesies ini dimasukkan ke dalam status Critically Endangered oleh International Union for Conservation of the NaturePenyebab terancamnya populasi orang utan yang paling utama adalah kerusakan habitatnya. Hal ini tidak terlepas dari manusia yang bertindak semaunya sendiri seperti pembukaan lahan untuk perkebunan, penebangan hutan, pembukaan lahan tambang dan kebakaran kawasan hutan. Kebakaran yang menghancurkan rumah orang utan tidak hanya membuat mereka kehilangan sumber makan akan tetapi merampas ruang hidup, mengubah kondisi biologis serta perilaku mereka. Hal ini didukung oleh beberapa peneliti yang menyatakan bahwa kebakaran hutan ini mengakibatkan kerusakan metabolisme orang utan sehingga tubuh orang utan terjerumus ke dalam starvation mode atau bisa dikatakan orang utan mengalami stress dan merasakan kelaparan.


Kebakaran hutan tersebut selain mengakibatkan hilangnya habitat satwa, terutama orang utan juga menimbulkan dampak lain yang sangat merugikan masyarakat Indonesia dan penduduk dunia. Dampak yang dapat langsung dirasakan oleh penduduk akibat dari kebakaran hutan tersebut adalah polusi udara yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia, seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), asma bronkial, bronkitis, pneumonia, iritasi mata dan kulit. Selain itu, kebakaran hutan juga dapat menimbulkan dampak sosial yaitu hilangnya mata pencaharian, rasa keamanan dan keharmonisan masyarakat lokal (Kantor Meneg L.H., 1998). Sedangkan dampak ekonomi antara lain dibatalkannya jadwal transportasi darat-air dan udara, hilangnya tumbuh-tumbuhan terutama tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, menambah biaya pengobatan masyarakat, turunnya produksi industri dan perkantoran, serta penurunan bisnis pariwisata. Dampak lain dari kebakaran hutan yaitu tersebarnya asap dan emisi gas karbondioksida dan gas-gas lain ke udara yang akan berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan global adalah kenaikan suhu rata-rata di seluruh dunia dan menimbulkan dampak berupa berubahnya pola iklim. Hal ini dapat terjadi dikarenakan tingginya kadar CO2 di lapisan atmosfer yang dapat menghalangi pantulan panas dari bumi ke atmosfer sehingga permukaan bumi menjadi lebih panas (efek rumah kaca). Dampak dari pemanasan global itu sendiri adalah mencairnya es di Kutub yang dapat mengakibatkan kenaikan muka air laut, perubahan iklim regional dan global, serta perubahan siklus hidup flora dan fauna. Pencemaran udara yang disebabkan oleh adanya kebakaran hutan juga dapat memicu terjadinya hujan asam yang mampu mempengaruhi kualitas air permukaan, merusak tanaman, melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah, dan bersifat korosif sehingga dapat merusak material dan bangunan. Selain memicu terjadinya hujan asam, kebakaran hutan mampu mengakibatkan penipisan lapisan ozon. Fungsi dari lapisan ozon sendiri adalah untuk melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet yang dipancarkan sinar matahari dan berbahaya bagi kehidupan. Kebakaran hutan juga mengakibatkan hutan menjadi gundul, sehingga tidak mampu lagi menampung cadangan air di saat musim hujan yang dapat menyebabkan tanah longsor ataupun banjir. 


Menurut Abdullah Sani, Polda Riau (2019) menyatakan bahwa PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS) menjadi tersangka pembakaran hutan lahan gambut sebesar 155 hektare untuk penanaman bibit sawit. Polisi menduga bahwa perusahaan sengaja membakar lahan untuk memperluas perkebunan. Hal ini dibuktikan dengan penemuan tanaman sawit yang tidak tersusun rapi pada areal bekas pembakaran, di lokasi kebakaran juga ditemukan pos security yang menguatkan dugaan bahwa lahan sengaja dibakar, serta ditemukan bekas tebangan-tebangan hutan, bongkahan kayu yang berserakan. Atas perbuatannya, PT ini dijerat dengan pasal berlapis yaitu Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 98 ayat (1), ancaman penjara paliing singkat 3 tahun dan maksimal 10 tahun, dan pidana denda paling ringan Rp 3 miliar. Pasal 99 ayat (1), penjara paling singkat 1 tahun dan maksimal 3 tahun serta dendan Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar. Sejumlah berkas dan surat izin turut disita polisi.


Berdasarkan uraian-uraian tersebut, kebakaran hutan di Indonesia terutama di provinsi Sumatera dan Kalimantan secara illegal masih terus terjadi. Pemerintah tidak belajar dari kesalahan masa lalu, sehingga membiarkan perusahaan dari bidang perkebunan untuk membuka lahan dengan cara yang salah. Kurangnya ketegasan dalam menentukan hukum yang berkaitan dengan pasal perusakan lingkungan mengakibatkan sebuah kefatalan. Padahal sudah diketahui bahwa dampak dari adanya pembakaran hutan ini sangatlah merugikan bagi makhluk hidup dan juga bagi lingkungan, bukan hanya di Indonesia saja tetapi juga dunia, sehingga diharapkan bahwa kedepannya tidak ada lagi pembakaran hutan yang dilakukan secara ilegal. Apabila pemerintah memang serius menindak perusahaan pembakaran lahan, maka sebaiknya memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera seperti mempailitkan perusahaan terkait. Di Indonesia sendiri sudah terdapat peraturan yang menjelaskan dan mengatur mengenai pembakaran hutan yang tentunya harus dipatuhi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, di pasal 38 dan pasal 45 sudah diatur bahwa: 

Pasal 38 

  1. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. 
  2. Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
  3. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui

pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.

  1. Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.
  2. Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.


Pasal 45

  1. Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yang mengakibatkan kerusakan hutan, wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan pemerintah.
  2. Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan. 
  3. Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah, wajib membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.
  4. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Setelah mengetahui dampak-dampak negatif dari kebakaran hutan tersebut, seluruh lapisan masyarakat baik pemerintah, pihak perkebunan, ataupun penduduk sekitar seharusnya sadar bahwa hutan memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan makhlup hidup di dunia ini. Hutan adalah paru-paru dunia yang menghasilkan banyak oksigen sebagai gas yang dibutuhkan untuk bernapas makhluk hidup. Bayangkan jika luas hutan semakin menipis karena adanya pembakaran hutan yang sengaja dilakukan untuk pembukaan lahan, maka luas hutan akan semakin berkurang dan tentunya akan berdampak pada kehidupan makhluk hidup, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. 


Menyikapi hal tersebut, seluruh masyarakat harus sadar akan pentingnya hutan untuk kehidupan dan harus saling menjaga keutuhan wilayah hutan tersebut agar terbebas dari pembakaran hutan illegal yang tentunya sangat merugikan. Bukan dari warga ataupun pihak perkebunan saja, tetapi pemerintah juga harus tegas dalam upaya pencegahan dan penanganan kebakaran hutan di Indonesia.  Kita sebagai mahasiswa juga dapat memberikan campaign dan informasi di media sosial tentang pentingnya hutan, hal ini dikarenakan dengan media sosial, informasi yang kita berikan akan cepat menyebar terutama bagi generasi muda penerus bangsa yang akan merubah tatanan kehidupan negara. 


Pencegahan kebakaran hutan juga dapat dilakukkan dengan beberapa cara seperti pembuatan satuan petugas pemadam kebakaran, pembuatan sekat bakar kuning di sekitar areal rawan kebakaran, penyuluhan kebakaran hutan di setiap desa sekitar kawasan hutan, dan membuat peta lahan kritis kebakaran. Pada kegiatan pra kebakaran dapat dilakukkan beberapa kegiatan seperti pengadaan alat-alat pemadam kebakaran, pengecekan kelengkapan serta koordinasi petugas kebakaran. Saat kebakaran hutan, hal yang harus dilakukkan yaitu menghentikan penjalan kebakaran hutan dan memadamkan kebakaran hutan secara langsung. Sedangkan kegiatan pasca kebakaran hutan yang harus dilakukkan yaitu pengukuran langsung areal yang terbakar, menghitung kerugian atau dampak dari kejadian hutan, merumuskan kegiatan rehabilitasi serta koordinasi pengawasan areal yang terbakar serta melaporkan kejadian kepada Dinas Kehutanan. Dinas terkait juga harus melakukkan kegiatan preventif berupa patroli hutan, memasang papan-papan peringatan dan larangan melakukkan pembakaran hutan, mengadakan pendekatan kepada masyarakat melalui ramah tamah, serta pemadaman dini. 

 

Sumber :

http://www.bphn.go.id/data/documents/99uu041.pdf 

https://www.merdeka.com/peristiwa/kasus-pembakaran-lahan-bibit-sawit-hingga-pos-sekuriti-pt-sss-jadi-barang-bukti.html 

Irwandi;dkk. 2016. Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Desa Purwajaya Kecamatan Loa Janan Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Samarinda. Universitas 17 Agustus 1945

Rasyid, Fachmi. 2014. Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan. Jurnal Lingkar Widyaswara, 1(4): 47-59. 

Yurah, Amelia Monica. 2016. Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Hutan di Indonesia Ditinjau Dari UU No. 32 Tahun 2009. Lex Privatum, IV(3): 107-114. 

Zulkifli;dkk. 2017. Studi Pengendalian Kebakaran Hutan di Wilayah Kelurahan Merdeka Kecamatan Samboja Kalimantan Timur. Samarinda. Universitas 17 Agustus 1945.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRESS RELEASE INAUGURASI 2024

PRESS RELEASE AGRICARE BATCH 2 2024

PRESS RELEASE STUDI BANDING & VISIT COMPANY 2024