Sensus Pertanian untuk Akurasi Kebijakan : Proyek untuk Petani atau Pemerintah

 Sensus Pertanian untuk Akurasi Kebijakan : Proyek untuk Petani atau Pemerintah ?

     Kebijakan Pemerintah pada sektor pertanian di Indonesia sangat penting dilakukan. Sensus Pertanian memberikan kebutuhan data pertanian baik di level nasional maupun level global. Kebijakan dalam kegiatan Sensus Pertanian 2023 (ST2023) merancang agar hasil yang diperoleh berstandar Internasional. Sensus Pertanian berstandar Internasional mengacu kepada program FAO (Food and Agriculture Organization) yang dikenal dengan World Programme for the Census of Agriculture (WCA). Sensus Pertanian 2023 sendiri didesain agar mampu memberikan gambaran komprehensif terkait kondisi pertanian di Indonesia hingga wilayah terkecil. Di samping itu, data hasil ST2023 dapat digunakan menjadi tolok ukur statistik pertanian yang ada saat ini serta sebagai kerangka sampel untuk survei pertanian selanjutnya. Adapun tema ST2023 adalah “Mencatat Pertanian Indonesia untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani”. Data ST2023 dapat menjadi rujukan dalam penyusunan kebijakan strategis sektor pertanian sehingga meningkatkan kualitas desain kebijakan yang diformulasikan. Namun, benarkah demikian? Melihat selama ini pemerintah selalu kedodoran mengenai data, apakah ST2023 mampu menjawab dan menjadi solusi isu kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani?.

Mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 1997 tentang statistik penyelenggaraan sensus pasal 8 ayat 1 berbunyi “Sensus sebagaimana dimaksud diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam 10 (sepuluh) tahun oleh Badan Pusat Statistik, yang meliputi sensus penduduk, sensus pertanian, dan sensus ekonomi”. selanjutnya dalam peraturan pemerintah RI No. 51 tahun 1999 tentang penyelenggaraan statistik disebutkan dalam waktu penyelenggaraan sensus penduduk adalah pada tahun berakhiran angka 0 (nol), sensus pertanian pada tahun berakhiran 3(tiga), dan sensus ekonomi pada tahun berakhiran angka 6 (enam). Peraturan tersebut pada sensus pertanian sangatlah lama untuk penyajian data sensus, penyajian data sensus pertanian yang lama mengakibatkan bias data untuk memutuskan sebuah kebijakan pemerintah setiap tahunnya dengan data yang tidak akurat. Sensus pertanian seharusnya menghasilkan gambaran akurat terkait kondisi pertanian di Indonesia hingga wilayah terkecil. Padahal sensus pertanian ini memegang peran penting yang strategis untuk mengetahui potensi terkait petani milenial dan modernisasi adopsi teknologi di sektor pertanian.

Badan Pusat Statistik sedang melaksanakan siklus 10 tahunan kegiatan Sensus Pertanian pada tahun 2023. Hasil Sensus Pertanian digunakan untuk perencanaan, implementasi kebijakan, dan evaluasi program pembangunan pertanian di kementerian dan lembaga terkait (Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan, dan Bappenas), perguruan tinggi dan lembaga internasional. Cakupan data yang dikumpulkan dalam Sensus Pertanian 2023 (ST2023) berdasarkan sejumlah rekomendasi dari FAO. Sensus pertanian ini salah satunya mengambil tujuan untuk kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan. Oleh karena itu, perlindungan dan pemberdayaan petani sangat mendesak untuk dijadikan sebuah inisiatif kebijakan. Regulasi tentang perlindungan dan pemberdayaan harus mengakomodasi kepentingan petani dalam rangka meningkatkan daya tawar, nilai tambah, serta manfaat ekonomi lainnya yang dapat diterima oleh petani sebagaimana keterlibatan mereka dalam rantai nilai agribisnis. Apabila manfaat ekonomi ini berhasil ditingkatkan, maka bukan tidak mungkin petani akan mengalami peningkatan status kesejahteraan dan mendorong pengentasan kemiskinan.

Pemerintah selama ini tidak tepat sasaran saat membuat kebijakan di sektor pertanian bahkan cenderung tidak efektif dan menimbulkan banyak kerugian. Salah satu faktor kebijakan yang dibuat tidak tepat sasaran adalah data yang tidak sesuai dengan kondisi terkini. Presiden Joko Widodo menyatakan akurasi data yang dihasilkan badan pusat statistik tidak tepat saat sambutan dalam pencanangan pelaksanaan sensus pertanian 2023. Menurut beliau jangka waktu pelaksanaan sensus pertanian yang dilakukan 10 tahun sekali terlalu lama tidak sesuai dengan kondisi terkini yang selalu berubah tiap tahunnya. "Ini sudah pelaksanaan terakhir 10 tahun yang lalu, Pak, menurut saya juga kelamaan sudah berjalan berubah setiap tahun keputusannya masih pakai data 10 tahun yang lalu," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat. Senin (15/5/2023). Beliau mengatakan pelaksanaan sensus pertanian seharusnya dipercepat menjadi setiap lima tahun sekali sehingga kebijakan yang dibuat sesuai dengan data terkini.

Presiden Joko Widodo juga meminta sensus pertanian dilakukan lima tahun sekali. Hal itu agar menghemat anggaran dan menjadi modal pemerintah untuk menentukan sebuah keputusan. "Mestinya ini setiap 5 tahun, biayanya juga enggak banyak mungkin 3 triliunan tapi penting, Bagaimana saya bisa memutuskan sebuah kebijakan kalau datanya tidak akurat dan paling terupdate terkini," Sambung Jokowi. Beliau mendorong agar sensus tahun 2023 bisa menghasilkan data yang akurat dan terpercaya mulai dari pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Sebab, sektor tersebut memiliki peran strategis dan menyumbang 11,8% terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Apalagi, sektor pertanian ialah sektor yang krusial dan memiliki peran penting diantaranya penyediaan sumber pangan dan penyediaan lapangan kerja. Apabila pencatatan data pertanian terutama untuk tujuan sumber pangan tidak akurat maka dapat terjadi krisis pangan.

Sumber : Badan Pusat Statistika


Hasil data sensus pertanian (ST) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2013 mencakup 7 sektor kegiatan usaha dibidang pertanian. Usaha sektor pertanian tersebut yaitu sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian. Hasil grafik sensus pertanian di Indonesia rentan tahun 2003 - 2013 menunjukan cenderung menurun. Pada subsektor tanaman pangan, sensus pertanian 2013 di Indonesia sebesar 17.728.185 rumah tangga dengan padi beras sebagai komoditas tertinggi produksinya. Mengutip dari BPS luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut provinsi pada tahun 2022 mencapai 54,7 juta ton. Hasil tersebut menunjukan peningkatan dibanding pada tahun 2021 yang hanya mencapai 54,4 juta ton. Sayangnya untuk update data pada subsektor tanaman pangan hanya pada komoditas padi beras saja. Sedangkan update data untuk komoditas palawija terakhir pada tahun 2015. Hal ini menyebabkan kurangnya data akurat yang dapat menjadi acuan dalam kajian dan pengambilan keputusan. Sub Sektor hortikultura, perkebunan, perikanan, dan peternakan menunjukan grafik penurunan hasil yang cukup signifikan. Bakri dalam artikelnya mengungkapkan pengambilan kebijakan oleh pemerintah erat kaitannya dan sangatlah penting dalam mengatur keberlangsungan dan pegembangan sektor pertanian. Contoh pengambilan kebijakan yang dapat berpengaruh pada subsektor hortikultura dan perkebunan adalah penyebaran benih dan pupuk subsidi, pemerataan sarana produksi, penggunaan pestisida, dan masih banyak lagi. Untuk subsektor peternakan dan perikanan pengaruh kebijakan contohnya seperti peringatan dini tentang wabah penyakit dan kegiatan penyuluhan pelatihan. Untuk hasil data pada subsektor kehutanan dan jasa pertanian mengalami penurunan. Mengutip databoks berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), luas tutupan hutan Indonesia sudah berkurang 956.258 hektare (ha) selama periode 2017-2021. Angka tersebut setara dengan 0,5% dari total luas daratan Indonesia. Penurunan luas hutan terjadi di Kalimantan, Papua, dan Sumatra. Sementara itu luas hutan di Bali-Nusa Tenggara, Sulawesi, Jawa, dan Maluku bertambah, namun penambahannya jauh lebih rendah dibanding luas hutan yang hilang. Sedangkan untuk data subsektor penyedia jasa pertanian pun mengalami penurunan. Penurunan data ini dapat dikaitkan dengan sulitnya adopsi teknologi baru, alih fungsi lahan, dan isu perubahan lingkungan.

Jika melihat kembali Sensus Pertanian 2013 menunjukkan kurangnya ketahanan pangan rumah tangga pada beberapa provinsi. Secara umum, nilai Indeks Ketahanan Pangan (IKP)  Kawasan Timur Indonesia masih tertinggal dibandingkan Kawasan Barat Indonesia. Perbandingan antarpulau menunjukkan hanya Pulau Jawa yang nilainya di atas rata-rata nilai IKP Nasional. IKP Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) Tanaman Pangan mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan sub sektor lainnya karena berkaitan dengan ketersediaan pangan. Di sisi lain tidak ada perbedaan IKP yang signifikan antar jenis pendapatan rumah tangga. Artinya, dengan pendapatan sebesar apapun bukan hal yang sulit bagi RTUP untuk mendapatkan bahan pangan.
Terdapat  salah satu kasus di Kabupaten Kebumen ternyata tidak sedikit petani mengalami permasalahan pada ketersediaan pangan dalam rumah tangga. Sekitar 23% petani menyatakan bahwa ketersediaan pangan rumah tangga tidak cukup dan sekitar 22% menyatakan pangan bagi rumah tangga tidak tersedia. Fakta ini sangat mengkhawatirkan, dimana petani sebagai produsen bahan pangan justru mengalami persoalan pada aspek ketersediaan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka perlu mendapatkan fasilitas untuk mengakses penyediaan pangan. Oleh karena ini, isu ketahanan pangan petani harus dapat menjadi pertimbangan dan substansi dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Seharusnya pemerintah mengetahui tentang amanat dari Kebijakan (UU Nomor 18 Tahun 2012) tentang pangan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional. Mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan merupakan hal mendasar yang sangat besar arti dan manfaatnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan terkait penyelenggaraan pangan di Indonesia. Rancangan peraturan tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani juga dapat dijadikan pijakan hukum tingkat lokal untuk mencapai kemakmuran di bidang pangan.

Peran tenaga kerja pertanian Indonesia dalam penyerapan tenaga kerja nasional tidak terbantahkan memiliki kontribusi terbesar, sekitar 35,3% (Kementerian Pertanian 2015). namun sampai saat ini masih terdapat permasalahan serius di bidang ketenagakerjaan pertanian. Permasalahan utama yaitu perubahan struktur demografi yang kurang menguntungkan bagi sektor pertanian. Perlu mendapat perhatian secara serius dari pengambil kebijakan dalam rangka menyelamatkan sektor pertanian. Sayangnya, dalam penyajian data struktur tenaga kerja menurut umur dari Sensus Pertanian BPS tidak dilakukan pengelompokan petani menurut umur secara konsisten antar sensus, sehingga perubahannya tidak bisa diperbandingkan. Namun demikian, perkembangan data antar sensus tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan struktural sepanjang satu dasawarsa sebelumnya, yakni tenaga kerja muda semakin berkurang, sebaliknya tenaga kerja tua semakin bertambah. Petani berusia tua (lebih dari 55 tahun) jumlahnya semakin meningkat, sementara tenaga kerja usia muda semakin berkurang. Fenomena semakin menuanya petani (aging farmer) dan semakin menurunnya minat tenaga kerja muda di sektor pertanian tersebut menambah permasalahan klasik ketenagakerjaan pertanian selama ini, yaitu rendahnya rata-rata tingkat pendidikan dibandingkan dengan tenaga kerja di sektor lain. Berdasarkan hasil analisis terhadap data Sensus Pertanian 2003–2013, dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja pertanian didominasi tenaga kerja usia tua lebih dari 40 tahun, tenaga kerja usia muda jumlahnya tidak banyak dan cenderung merosot dibandingkan 10 tahun sebelumnya. Demikian pula berdasarkan data Sensus Pertanian 1993–2003 komposisi pekerja sektor pertanian berdasarkan usia telah mengalami pergeseran yang menunjukkan semakin berkurangnya tenaga kerja muda di sektor pertanian. Data tersebut menunjukkan bahwa selama dua dekade, secara absolut dan relatif, jumlah petani muda mengalami penurunan relatif tajam, sementara yang tergolong usia tua semakin meningkat.

Fenomena penyusutan petani juga terjadi di Amerika Serikat. Selama 2015-2020, persentase petani terhadap total penduduk bekerja menurut Bank Dunia (Januari 2023) turun dari 1,44 persen jadi 1,31 persen. Namun, penyusutan petani di AS bukan masalah besar di negara itu karena umumnya terjadi akibat efisiensi dari mekanisasi pertanian yang kian canggih dalam menggantikan peran manusia. Penyusutan itu diimbangi perkembangan industri pertanian yang berhasil menyerap tenaga kerja hingga 10,3 persen dari total tenaga kerja. Kemajuan sektor pertanian di Amerika Serikat terjadi karena dilakukan pemerintah dengan dukungan ketiga pilar lainnya, yaitu komunitas petani, dunia usaha, dan masyarakat lokal. Dalam melakukan kegiatan operasionalnya, keempat pilar itu konsisten menggunakan data Sensus Pertanian. Dengan data Sensus Pertanian, Pemerintah AS menyusun kebijakan dan program, komunitas petani merencanakan kegiatan ke depan, dunia usaha mengatur pendistribusian kebutuhan input pertanian, dan masyarakat lokal membantu pelayanan jasa kebutuhan petani. Oleh karena itu, mengacu pada permasalahan tersebut apakah akan  terjawabkan pada ST23 yang melakukan transformasi sistem pertanian dan pangan Indonesia yang akan menentukan masa depan pangan dan pertanian dunia, agar berhasil menjadi pemenang bukan pecundang dalam sektor ini. Beberapa potensi strategis yang perlu diperhatikan untuk bisa maju sejajar dengan negara-negara maju lainnya adalah potensi petani muda melek teknologi dan jumlah penduduk usia produktif 70,72 persen (Sumber: SP2020).

Kebijakan Sensus Pertanian 2023 merupakan pijakan untuk merancang masa depan (pathways) pertanian dan pangan ke depan. Tujuannya memberikan gambaran secara komprehensif terkait kondisi pertanian di Indonesia hingga wilayah terkecil. Peningkatan kualitas statistik pertanian sebagai kerangka sampel survei pertanian, sebagai benchmark statistik pertanian yang sudah ada. Peningkatan kualitas desain kebijakan sebagai rujukan dalam penyusunan kebijakan strategis sektor pertanian. Sensus Pertanian 2023 adalah momentum peningkatan kualitas desain kebijakan strategis pembangunan pertanian nasional. Namun akurasi data yang belum tepat dari tahun ke tahun akibat jangka waktu pelaksanaan yang terlalu lama yakni 10 tahun sekali perlu untuk ditinjau kembali melihat data yang disediakan BPS sebelumnya mengakibatkan kebijakan yang dibuat tidak tepat sasaran. Kurangnya perhatian pemerintah terlihat dari pelaksanaan sensus pertanian yang sudah berjalan lama, tetapi kebijakan yang ada tidak berubah dan masih berpedoman pada kebijakan lama yang tidak relevan dengan keadaan pertanian di Indonesia saat ini. Pelaksanaan sensus pertanian dengan jangka waktu yang dilakukan 10 tahun sekali terlalu lama tidak sesuai dengan kondisi terkini yang selalu berubah tiap tahunnya. Hal ini membuat anggaran yang digunakan tidak sesuai dengan modal pemerintah untuk menentukan sebuah keputusan. Ketepatan akurasi data seharusnya menjadi perhatian penting oleh pemerintah yang nantinya menjadi modal awal demi mewujudkan kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan. Apabila pencatatan data pertanian terutama untuk tujuan sumber pangan tidak akurat maka dapat terjadi krisis pangan. Penataan ulang pembangunan pertanian ini memerlukan data beragam dan mendalam terkait dengan ekosistem pertanian. Seharusnya pemerintah dan pihak terkait dapat melakukan persiapan sejak dini untuk menata ulang pembangunan pertanian.
Daftar pustaka

Badan Pusat Statistik (BPS). Grafik Sensus Pertanian 2013 Indonesia. Diakses pada 25 Juli 2023. https://st2013.bps.go.id/dev2/index.php

Badan Pusat Statistik. 2023. Menuju Sensus Pertanian 2023 Mencatat Pertanian Indonesia untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani. Diakses dari https://sensus.bps.go.id/st2023/ pada tanggal 21 Juli 2023.

 

Bakri. 2023. Pengaruh Kebijakan Pemerintah terhadap Industri Pertanian Diakses pada 26 Juli 2023. https://bakri.uma.ac.id/pengaruh-kebijakan-pemerintah-terhadap-industri-pertanian/

Susanti, Sanya Dinda. 2023. Melihat Metode Pengumpulan Data pada Sensus Pertanian 2023. Diakses dari https://megapolitan.antaranews.com/berita/247902/melihat-metode-pengumpulan-data-pada-sensus-pertanian-2023 pada tanggal 21 Juli 2023.

Sri Hery Susilowati. 2016. Fenomena Penuaan Petani Dan Berkurangnya Tenaga Kerja Muda Serta Implikasinya Bagi Kebijakan Pembangunan Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol. 34 No. 1 : 35-55

Supendi & Dwi Puwroko. 2022. Kebijakan Strategis Pemerintah Dalam Pembangunan Pertanian Nasional Melalui Sensus Pertanian 2023 Menjawab Tantangan Global. LENSA. Vol 16 No. 2.

Kamal, Muh Faisal Nur. 2023. Apa Saja yang Dicatat dalam Sensus Pertanian 2023. Diakses dari https://kumparan.com/muhammad-faishal-nur-kamal/apa-saja-yang-dicatat-dalam-sensus-pertanian-2023-200O3sK9JLF/full pada tanggal 21 Juli 2023..

 

Kusnandar, .V. B. 2022. Luas Hutan Indonesia Berkurang Hampir Sejuta Hektar dalam 5 Tahun. Diakses pada 26 Juli 2023. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/12/21/luas-hutan-indonesia-berkurang-hampir-sejuta-hektare-dalam-5-tahun

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRESS RELEASE INAUGURASI 2024

PRESS RELEASE AGRICARE BATCH 2 2024

PRESS RELEASE STUDI BANDING & VISIT COMPANY 2024