Food Estate, Kebangkitan Program Zaman OrBa

 


Pengertian Food Estate

Secara harfiah Food Estate berarti perusahaan pekebunan/pertanian pangan. Food Estate mereupakan sebuah program jangka panjang pemerintahan Indonesia, yang berguna untuk menjaga ketahanan pangan dalam negeri. Sedangkan pengertian Food Estate berdasarkan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.24/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2020 pasal 1 ayat 10 merupakan usaha pangan skala luas yang merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memanfaatkan sumber daya alam melalui upaya manusia dengan mengunakan modal, teknologi, dan sumber daya lainnya agar dihasilkan produk pangan guna memenuhi kebutuhan manusia secara terintegrasi.

 Program Food Estate dirancang sebagai salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Program ini mencakup berbagai komoditas mulai dari tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, hingga perikanan. Food Estate ini dilakukan dengan konsep pertanian sebagai sistem industri bebasis IPTEK, modal, organisasi, serta manajemen modern. Konsep Food Estate didasarkan pada keterpaduan sektor dan sub sektor dalam suatu sistem agribisnis dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang berkualitas, teknologi tepat guna yang berwawasan lingkungan dan kelembagaan yang kuat. Food Estate diarahkan pada sistem agribisnis yang berbasis di pedesaan berbasis pemberdayaan masyarakat adat lokal sebagai landasan dalam pengembangan wilayah.

Kunci utama keberhasilan Food Estate, terletak pada ketersediaan air dan teknologi pertaniannya. Untuk mewujudkan hal itu, perlu dipersiapkan infrastruktur dasar seperti waduk atau bendungan dan jaringan irigasi. Sinergi dibutuhkan untuk mengembangkan Food Estate yang modern dan terintegrasi dari hulu ke hilir. Hasil dari pengembangan Food Estate bisa menjadi pasokan ketahanan pangan nasional dan dapat dilakukan ekspor apabila memungkinkan. Dengan skala pertanian model Food Estate yang sangat besar dan luas, maka pengelolaannya juga dilakukan dengan manajemen modern atau korporasi. Dengan demikian diharapkan akan mendorong perusahaan-perusahaan besar di sektor industri pangan nasional maupun konglomerasi internasional untuk terjun ke dalam program Food Estate.

Pembangunan pangan yang melibatkan lahan dalam skala luas yang sama dengan Food Estate tidak hanya di Indonesia. Namun juga berkembang secara global paska krisis pangan pada tahun 2008. Pembangunan ini biasa dilaksanakan di negara-negara berkembang yang memiliki potensi lahan pertanian begitu besar. Namun, kebanyakan pelaku dalam pertanian skala besar adalah investor dari negara-negara yang terbatas sumber daya pertaniannya, maupun korporasi nasional yang bertujuan untuk mengamankan cadangan pangan. Pangan skala luas di Indonesia mulai saat Kabinet Indonesia Bersatu II merencanakan program 100 hari, antara lain peningkatan produksi, ketahanan pangan, dan pertumbuhan sektor pertanian.

 

Latar belakang Food Estate (Waktu diberlakukan, Alasan serta urgensinya Food Estate)

Kebutuhan pangan telah meningkat seiring meningkatnya jumlah dan kualitas penduduk Indonesia, tetapi penyediaan lima komoditas pangan strategis yaitu padi, jagung, kedelai, gula dan daging sapi sebagian masih diperoleh dari luar negeri. Dengan pentingnya arti kemandirian pangan dan Indonesia sebagai negara agraris, Pemerintah berusaha membangun ketahanan pangan yang lebih mandiri dan berdaulat. Ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan telah dijelaskan pada UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Berbagai program swasembada dengan fokus pada peningkatan produktivitas telah dilaksanakan. Salah satu upaya  untuk perluasan lahan pangan adalah melalui pengembangan pangan skala luas (Food Estate).

Kebijakan FE dikeluarkan sebagai respon dari krisis pangan dunia dan untuk mengamankan kebutuhan pangan Indonesia dan jika melebihi kebutuhan akan diekspor ke negara lain. Pendekatan FE berdasarkan luas wilayah dibedakan menjadi 2 model yaitu:

  1. FE skala luas dengan kondisi infrastruktur yang sangat terbatas serta perlu pembangunan infrastruktur dasar yang memadai baik oleh pemerintah (pusat/daerah) maupun dukungan swasta seperti Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE),
  2. FE skala medium dengan luasan sekitar 3.000–5.000 Ha, yang infrastrukturnya relatif sudah memadai. Contoh: Bulungan, Sambas, Kuburaya, Pontianak, Singkawang.

Untuk menjalankan kebijakan FE ini pemerintah akan bekerja sama dengan 14 perusahaan pangan dan pertanian seperti Indofood, Astra Internasional, Dupont, Cargill, Kraft, Unilever, Swiss RA, Sygenta, ADM, Bunge, Mckenzie, Monsanto, Sinar Mas, dan Nestle. Dalam mengembangkan dan mengelola FE maka diperlukan dukungan dari berbagai aktor baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan swasta serta petani. Pemerintah pusat bertanggung jawab atas pengelolaan lahan.

Program Food Estate sudah pernah dijalankan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto di Kalimantan Tengah yang dikenal sebagai PLG. Sayangnya proyek tersebut dinilai gagal dan diberhentikan oleh Presiden Habibie melalui Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Perencanaan dan Pengeolaan Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah (Keppres 80/1999).

Pada masa pemerintahan Presiden SBY, ide untuk membangun Food Estate kembali muncul. Food Estate menjadi konsep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, dan peternakan yang berada di suatu kawasan lahan yang sangat luas (an integrated farming, plantation and livestock zone). Kebijakan ini dikeluarkan melalui Instruksi Presiden No. 5/2008 tentang Fokus Program Ekonomi 2008-2009, kemudian dilanjutkan oleh PP No 18 Tahun 2010 tentang Food Estate atau pertanian tanaman pangan berskala luas. Uji coba pertama dilakukan pada Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Berdasarkan rancangan besar oleh pemerintah saat itu, pembangunan ini menyasar untuk menghasikan produk pangan dan biofuel, baik untuk pasar domestik maupun internasional sebagai bentuk pembangunan ekonomi komprehensif. Pembangunan MIFEE mendapat kritik dari LSM, akademisi, dan institusi riset karena pemerintah dianggap mengabaikan eksternalitas negatif seperti deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, konflik sosial, dan tekanan atas kehidupan masyarakat sekitar.

Selain MIFEE, pada tahun 2011 terdapat pula proyek Food Estate di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur (sekarang Kalimantan Utara) sebagai salah satu program Pemerintah Pusat untuk mewujudkan ketahanan pangan yaitu Delta Kayan Food Estate (DeKaFE). Proyek ini mulanya direncanakan pada lahan seluas 50,000 hektare di mana 30,000 diantaranya merupakan tanah subur dengan tipe tanah alluvial.

Pada tanggal 9 Juli 2020, Presiden Joko Widodo memberikan mandat kepada Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, untuk memimpin pelaksanaan proyek Food Estate nasional di sejumlah kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah. Program Food Estate dapat menjadi salah satu cara guna meningkatkan ketahanan pangan. Dalam rencana awal pengembangan Food Estate di Kalimantan Tengah, pemerintah memilih lahan dengan tanah aluvial yang dulunya adalah lokasi program Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar di tepi Sungai Barito, di mana potensi pengembangan seluas 295.500 hektar. Peran proyek food estate menjadi krusial, apalagi, proyek Tujuan dibentuk Food Estate

Kebijakan Food Estate bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menghemat dan menghasilkan devisa negara, mempercepat pemerataan pembangunan, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan perekonomian nasional. Kebijakan ini dikeluarkan untuk mencapai ketahanan pangan dan menghindari terjadinya krisis pangan tapi disisi lain menimbulkan perdebatan di kalangan akademik dan praktisi, pemerintah baik pusat maupun daerah serta pengusaha mendukung kebijakan ini tapi disisi lain juga ditolak oleh beberapa elemen dikarenakan kebijakan ini berpihak pada pengusaha dan meminggirkan petani. Selain itu kebijakan FE merupakan kebijakan baru di Indonesia walaupun di dunia fenomena ini telah diterapkan lebih dari sepuluh tahun terakhir. Ahli yang membahas isu ini secara mendalam juga masih sedikit.

 

Peraturan yang mengatur kebijakan Food Estate

Food Estate adalah program yang dibuat oleh pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional yang memiliki dasar hukum dalam pelaksanaannya yaitu PP No. 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman. Untuk melaksanakan program food estate ini membutuhkan lahan pertanian dalam skala luas. Pengembangan Food Estate tidak melibatkan secara langsung masyarakat petani yang memiliki kompetensi yang cukup besar apabila dibudidayakan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Oleh karena itu program food estate yang dijalankan berprinsip pada ketidak ikut sertaan petani secara luas namun melibatkan investor-investor besar yang menanamkan modalnya di bidang usaha budidaya tanaman atau di bidang pertanian.

Peraturan yang sudah ada dan mendukung adanya Food Estate

     Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Nomor P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020 mengacu tentang Penyediaan Kawasan Hutan yang akan difungsikan untuk Pembangunan Food Estate. Peraturan Permen LHK 24/2020 ini mendukung dibukanya lahan kawasan Food Estate yang berwawasan lingkungan dimana dimaksudkan tetap memperhatikan kelestarian alam di sekitarnya. Diperjelas pada Peraturan Mentri No. 24 Pasal 2 Tahun 2020 bahwa Penyediaan Kawasan Hutan yang akan difungsikan untuk pembangunan Food Estate menerapkan mekanisme penetapan KHKP  yaitu Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan yang memanfaatkan Kawasan Hutan Lindung serta Kawasan Hutan Produksi yang sifatnya sudah tidak sepenuhnya berfungsi lindung, terbuka, terdegradasi, dan sudah tidak ada tegakan hutan sehingga tidak memberikan dampak lingkungan yang begitu besar.

         Untuk pembagian hasil diatur berdasarkan PP 18/2010, Pasal 8 ayat (3) yaitu skala usaha food estate di Papua/Merauke maksimum 20.000 ha per investor. Kemudian bagi modal asing akan dibatasi kepemilikan modal maksimal hingga 49%. Peraturan ini bertujuan agar tercapainya kesejahteraan bagi masyarakat sekitar lebih diutamakan terlebih dulu agar harapannya ini bisa menjadi investasi dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat di sekitar Food Estate.

 

Food Estate dari segi lingkungan dan ekonomi

Menurut Sigit, guru besar teknik irigasi, lahan eks-PLG termasuk lahan sub optimal sehingga memiliki kualitas tanah yang kurang baik untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Jenis tanah yang ada di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yaitu tanah mineral, hal ini dikarenakan terjadinya drainase secara besar-besaran yang merupakan salah satu lahan PLG pada masa pasca reformasi, sehingga mengakibatkan daerah tersebut mengalami kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan.

Permasalahan dari segi ekonomi dalam program Food Estate salah satunya adalah antara pemasukan dan pengeluaran yang tidak seimbang, sehingga menimbulkan banyak kerugian. Salah satu contoh pada bisnis padi yang cenderung rugi karena hasil panen sangat dipengaruhi iklim dan harganya sering menuju kurva penurunan. Mengamati dari pengalaman Indonesia dalam menangani Food Estate di Lampung dan Kalimantan Tengah pada masa pasca reformasi keduanya mengalami kegagalan. Padahal dalam pelaksanaan program Food Estate membutuhkan biaya yang tidak sedikit, oleh karena itu perlu adanya penelitian dan strategi baru untuk mengatasi faktor kegagalan tersebut sehingga dapat menekan biaya dan angka kerugian dalam pelaksanaan program tersebut.

Permasalahan mengenai pembukaan lahan dan kebakaran hutan di lahan gambut.

Menurut kajian yang dilakukan Pantau Gambut pelaksanaan pogram Food Estate oleh pemerintah  melibatkan pembukaan lahan Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) untuk dijadikan sawah cetak baru dapat mengakibatkan kebakaran berulang di lahan gambut tersebut. Sebagai contoh salah satunya terjadi pada tahun 2019 dengan luas lahan 167.000 hektar.

No

Daerah

Luas Lahan Gambut Terbakar

(Hektar)

1

Riau

40.553

2

Kalimantan Tengah

24.883

3

Kalimantan Barat

10.025

Sumber: BNPB 2019

Dari tabel di atas dapat diketahui daerah dengan luas kebakaran gambut selama September ber 2019 yang paling luas terjadi di Riau seluas 40.553 ha, Kalimantan Tengah seluas 24.883 ha, dan Kalimantan Barat seluas 10.025 ha. Selain ketiga daerah tersebut, karhutla (kebakaran hutan dan lahan) juga terjadi di beberapa daerah yaitu Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Aceh, Bangka Belitung, Papua, dan Maluku Utara .Total luas lahan yang mengalami kebakaran di Indonesia adalah 328.724 ha dengan perincian 27% lahan gambut dan sisanya tanah mineral.

Dampak dari adanya karhutla salah satunya adalah meningkatnya konsentrasi partikel udara di Riau dan Kalimantan yang disajikan dalam tabel di bawah ini :

No

Daerah

Konsentrasi Partikel Udara

(Mikrogram/m³)

1

Riau

478

2

Kalimantan

550

Sumber:BMKG 2019.

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa konsentrasi partikel udara di Riau sebesar 478 mikrogram/m³ dan di daerah Kalimantan lebih tepatnya di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah sebesar 550 mikrogram/m³. Besarnya konsentrasi partikel udara di kedua daerah tersebut melebihi NAB sehingga akan sangat berbahaya bagi kesehatan terutama pada bagian pernapasan seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen) LHK Nomor 24/ 2020 tentang diperbolehkannya penggunaan hutan lindung dalam rangka program Food Estate dan pemanfaatan kayu dari hutan lindung di nilai kurang efisien. Menurut Indonesian Center for Environmental (ICEL) peraturan ini bertentangan dengan Undang-Undang 41/1999 tentang kehutanan yang membatasi dalam pemanfaatan hutan lindung, yang apabila hendak menggunakannya haruslah hutan lindung yang sudah tidak berfungsi semestinya dan dalam kawasan hutan lindung yang boleh dimanfaatkan adalah hasilnya bukan kayunya. Pemanfaatan hutan lindung untuk program Food Estate berpotensi terjadinya deforestasi hutan yang dapat menimbulkan perubahan iklim yang akan berdampak di bidang pertanian seperti ketidakpastian musim sehingga hasil poduksi menurun.

Permen LHK Nomor 24/2020 juga menimbulkan ketidak pastian hukum karena penerapan instrument Kajian Lingkungan Hidup Strategi (KLHS) Cepat oleh pemerintah tidak disertai dengan penjelasan yang jelas. KLHS Cepat masih perlu dikaji lagi karena hanya menggunakan analisis kuantitatif para ahli. Selain itu, dengan merujuk  program Food Estate pada tahun-tahun sebelumnya, penerapan KLHS Cepat dinilai kurang efektif

Referensi

Astika, Puja. 2019. Implementasi Food Estate Dalam Meningkatkan Kesejahteraanekonomi Masyarakatdesa Kalampangan Kota Palangka Raya. Skripsi. Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya.

 

Basundoro, Alfin Febrian., & Fadhil Haidar Sulaeman. 2020. Meninjau Pengembangan Food Estate Sebagai Strategi Ketahanan Nasional Pada Era Pandemi Covid-19. Jurnal Kajian Lemhannas RI: 8(2).

 

Eryan, Adrianus. 2020. Analisis Hukum Pembangunan Food Estate Di Kawasan Hutan Lindung. Seri Analisis Kebijakan Kehutanan dan Lahan. Indonesian Center For Environmental Law.

 

Nasrullah, Muhammad. 2016. Tinjauan Kritis Implementasi Food Estate Dalam Merauke Integrated Food Estate and Energi Estate (MIFEE). Skripsi.Univeresitas Jember.

 

Sagala, Mestika. 2018. Peralihan Hak Atas Tanah Petani Melalui Program Food Estate Dikaitkan Dengan Batas Tanah Maksimum Kepemilikan Tanah. Tesis. Universitas Sumatera Utara.

 

Irianto, Sumarjo Gatot (Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementrian Pertanian), Seminar Nasional “Food Estate di Indonesia : Mampukah Mewujudkan Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan, Berkedaulatan, dan Berkeadilan?”, Kementrian Pertanian dan FEMA IPB, Bogor, 2010.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020 TENTANG PENYEDIAAN KAWASAN HUTAN UNTUK PEMBANGUNAN FOOD ESTATE

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman

Tim Pengembangan Food Estate. 2010. Buku Litbang Food Estate. Badan Litbang Pertanian.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRESS RELEASE INAUGURASI 2024

PRESS RELEASE AGRICARE BATCH 2 2024

PRESS RELEASE STUDI BANDING & VISIT COMPANY 2024