[HISTORIS KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA]
Ketahanan pangan memang tidak pernah ada habisnya untuk selalu di bahas, banyak program-program unggulan yang telah di canangkan oleh pemerintah utntuk mengtasi permasalahan pangan di negri ini namun selalu ada saa kendala yang mengikuti dari mulai politik, ekonomi, social. Bukan hal yang baru lagi bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu masalah yang sangat berat yang selalu di hadapi bagi bangsa ini, bahkan dari sejak awal indonesia merdeka, pemerintah indonesia sudah mencanangkan tentang ketahana pangan.
Menurut UU No. 18/2012 Ketahanan pangan adalah kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi negara hingga perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.
Istilah ketahanan pangan belum populer hingga awal tahun 70 an, peperangan antar negara atau antar sekutu yang terus berlanjut sejak zama kolonial hingga pada perang dunia ke dua dan perang dingin antara blok barat (kapitalis) dan blok timur (komunis) telah menimbulkan dampak buruk terhadap perdagangan pangan. Embargo perdagangan pangan merupakan suatu senjata peperangan, dalam kondisi demikian hampir seluruh negara berkompetisi untuk swasembada dalam pangan.
Kebijakan swasembada pangan merupakan implementasi dari bedikari (berdiri di atas kaki sendiri) yang di tempuh negara2 berkembang non blok agar tidak terperosok ke dalam pengaruh gerakan blok barat atau blok timur. Sebagai salah satu penggagas gerakan non blok, Presiden Ir.Soekarno dengan tegas menetapkan berdikari sebagai garis kebijakan politik maupun ekonomi semasa pemerintahan orde lama. Sebagai salah satu issue strategis dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. Maka bedikari dalam pengadaan pangan maupun swasembada pangan mutlak menjadi garis kebijakan ketahana pangan yang di anut oleh pemerintah indonesia pada mas orde lama.
Berkat komitmen politik yang tinggi, konsistensi dan berkelanjutan, dukungan anggaran pemerintah yang sangat besar serta perjuangan para petani menjadikan indonesia mempu berubah status dari importir beras terbesar di dunia menjadi berswasembada beras (1984). Keberhasilan dalam produksi inilah salah satu alasan utama mengapa Indonesia cukup berhasil dalam menjaga ketahanan pangan sehingga tidak pernah terjadi insiden kelaparan skala besar. Disamping itu, peningkatan produksi dalam negeri telah berhasil mengurangi ketergantungan terhadap pangan dari negara lain hal ini tidak lepas dari peranserta seorang sosok Ir. Soeharto, dengan gaya kepemimpinannya yang diktator ia mampu menjadikan indoneaia keluar dari lingkaran keterpurukan pangan pada saat itu. Program (REPELITA) Rencana Pembangunan Lima Tahun yang beliau canangkan terjawab dengan mampunya indonesia swasembada beras.
(kutipan kalimat yang terdapat dalam buku pedomen Repelita)
“Peningkatan produksi pangan bertudjuan agar Indonesia dalam waktu lima tahun jang akan datang tidak usah mengimpor beras lagi. Tudjuan lain ialah memperbaiki mutu gizi pola konsumsi manusia Indonesia melalui peningkatan produksi pangan jang mengandung protein chewani dan nabati, terutama ikan dan katjang-katjangan. Akibat positif dari peningkatan produksi beras ialah bahwa lambat-laun tidak perlu lagi mengimpor pangan, sehingga dengan demikian devisa jang langka itu dapat digunakan untuk mengimpor barang modal dan bahan baku jang diperlukan untuk pembangunan sektor-sektor lain, terutama sektor industri. Selandjutnja, peningkatan produksi pangan akan meningkat-kan pendapatan petani-petani pangan. Ini akan meningkatkan taraf penghidupan para petani jang telah sekian lamanja hidup dalam serba kesengsaraan dan kemiskinan.”
Komentar
Posting Komentar