Pembebasan Lahan Pertanian : Beton Lebih Enak Daripada Nasi

 

Pembebasan Lahan Pertanian : Beton Lebih Enak Daripada Nasi


Kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik regional bruto D.I.Yogyakarta cenderung menurun dalam rentang waktu 2016 sampai 2020. Penurunan ini merupakan dampak dari kompetisi antar sektor dalam penyusunan produk. Penurunan kontribusi sektor pertanian ini juga sebagai salah satu dampak dari alih fungsinya lahan pertanian menjadi non pertanian yang diperuntukan pembangunan infrastruktur nasional. Alinea keempat pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 menyebutkan tujuan dari Negara Indonesia dimana hakikatnya juga berkesinambungan dengan pembangunan nasional yang berbunyi "mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi". Pembangunan nasional pada aspek infrastruktur seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan seringkali menimbulkan masalah yaitu kebutuhan lahan untuk pembangunan infrastruktur. Hal tersebut terjadi karena lahan pertanian memiliki lokasi strategis dan biaya pembebasan lahan yang lebih murah, sehingga terjadi alih fungsi lahan pertanian untuk pembangunan. Pembangunan yang sejatinya untuk kesejahteraan rakyat, namunan hanya dapat dinikmati oleh sebagian kalangan menengah ke atas saja. Selain itu, pembangunan infrastruktur sering kali menimbulkan beberapa masalah di bidang pertanian seperti pro kontra di masyarakat, alih fungsi lahan akibat penggunaan lahan pertanian, pergantian lahan, dan perizinan amdal yang masih dipertanyakan.


Alih fungsi lahan pertanian semakin marak terjadi di Indonesia, hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan melonjaknya kebutuhan hidup serta normalisasi terhadap gaya hidup modern yang menekankan percepatan pembangunan. Pembangunan yang tidak menerapkan kelestarian lingkungan akan menimbulkan dampak untuk keberlanjutan pertanian. Lahan-lahan yang awalnya milik pribadi dan memiliki nilai produktivitas akan beralih fungsi untuk pembangunan. Hal-hal kecil inilah yang memicu timbulnya alih fungsi lahan, salah satunya karena perekonomian dan sosial budaya.


Menurut Badan Pusat Statistika, wilayah penghasil padi tertinggi berada di Pulau Jawa khususnya oleh provinsi-provinsi yang terkenal sebagai sentra produksi padi, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Provinsi sebagai sentra produksi padi di luar Pulau Jawa meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Lampung. Berdasarkan hasil Survei KSA (Kerangka Sampel Area), pada tahun


2021, luas panen padi mencapai sekitar 10,41 juta hektar atau mengalami penurunan sebanyak 245,47 ribu hektar (2,30 persen) dibandingkan tahun 2020. Sementara itu, produksi padi tahun 2021 yaitu sebesar 54,42 juta ton GKG (Gabah Kering Giling). Jika dikonversikan menjadi beras, produksi beras tahun 2021 mencapai sekitar 31,36 juta ton, atau turun sebesar 140,73 ribu ton (0,45 persen) dibandingkan dengan produksi beras tahun 2020.


Peralihan fungsi lahan diatur dalam UU No 41 Tahun 2009, dimana Pemerintah akan memberikan perlindungan bagi lahan-lahan pertanian untuk menjaga keberlanjutan dari pertanian. Apabila alih fungsi lahan tidak sesuai dengan peraturan yang tercantum maka akan dikenakan sanksi yang sesuai berupa denda. Pemerintah seharusnya selalu meninjau dan mengawasi setiap alih fungsi lahan sesuai SOP yang berlaku. Namun dari peraturan yang telah ditetapkan, alih fungsi lahan tetap mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Salah satu contoh kasus di Samarinda, tepatnya di kawasan Makroman, dimana lahan pertanian dikepung kegiatan tambang batu bara sehingga menyebabkan penurunan produktivitas dari lahan pertanian tersebut. Menurut Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo, Beliau akan menindak tegas dari peralihan fungsi lahan yang berdampak pada peningkatan degradasi lahan.


Pembangunan nasional yang terjadi di Indonesia sering kali menimbulkan pro kontra antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini disebabkan karena pemerintah menggunakan lahan pertanian milik masyarakat untuk dijadikan lahan pembangunan nasional. Munculnya stigma masyarakat terhadap pembangunan nasional menggunakan lahan pertanian akan menimbulkan banyak hal negatif, seperti petani tidak bisa melakukan kegiatan budidaya, mengurangi pendapatan masyarakat karena mayoritas masyarakat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani, dan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan seperti polusi udara dan kerusakan lingkungan. Pro kontra yang terjadi terhadap penolakan pembangunan nasional banyak menimbulkan konflik agraria. Menurut data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), di Indonesia terjadi 207 konflik agraria dan yang paling banyak terjadi di sektor perkebunan.


 

Sumber : Konsorium Pembaruan Agraria

Berdasarkan data tersebut, konflik agraria pada sektor perkebunan memiliki jumlah kasus yang paling tinggi, yaitu 74 kasus pada tahun 2021. Hal ini jelas bahwa masih banyak penolakan di masyarakat terhadap pembangunan sehingga masih banyak penolakan atau konflik yang terjadi. Salah satu contoh, yaitu pembangunan Bendungan Bener di desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Konflik terjadi antara masyarakat Wadas yang menentang pembangunan bendungan Bener dengan pihak kepolisian. Konflik tersebut terjadi karena dalam pembuatan bendungan Bener di desa Wadas menggunakan batu andesit, sehingga perlu dilakukan penambangan batuan andesit untuk keperluan pembangunan bendungan. Menurut warga Wadas, adanya proyek pembangunan bendungan tersebut dapat merusak lingkungan, selain itu desa wadas memiliki risiko bencana yang tinggi, dengan dilakukannya penambangan batuan andesit maka semakin tinggi pula risiko bencana yang terjadi di desa Wadas, seperti bencana tanah longsor.


Ada dua bagian area pada lokasi utama proyek, yaitu area genangan dan area tubuh bendungan. Pembebasan lahan di area utama proyek sudah mencapai 85% namun karena kurangnya komunikasi publik menyebabkan pembebasan lahan di desa Wadas berujung konflik saat pengukuran lahan pada 8 Februari 2022. Konflik terjadi antara masyarakat yang menolak pembangunan bendungan dengan aparat kepolisian dan + 200 warga pemilik lahan terdampak yang kontra terhadap penambangan. Terdapat 94 penolakan dari 579 target bidang tanah yang dibebaskan untuk pertambangan, sementara + 346 pemilik bidang tanah lain telah menyatakan setuju untuk pembebasan lahan dan sisanya masih ragu-ragu.


Berdasarkan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum pasal 9 ayat 1 yang berbunyi “Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat”. Kepentingan umum diartikan diperuntukan untuk kepentingan bangsa dan negara dengan memperhatikan kepentingan rakyat dan pembangunan. Pembangunan untuk kepentingan umum harus menyangkut atau bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat tanpa memandang golongan, ras, status sosial, dan sebagainya. Namun, pembangunan ini belum tentu dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Banyak masyarakat menengah ke bawah tidak dapat menikmati dari arti “kepentingan umum” tersebut dikarenakan tingkat kemiskinan. Banyak masyarakat yang masih menolak tanahnya untuk digunakan pembangunan infrastruktur, meskipun telah diatur pada peraturan ini. Pasal 9 ayat 2 yang berbunyi “Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil”. Peraturan ini menegaskan bahwa lahan milik masyarakat dapat digunakan untuk kepentingan umum dengan cara memberikan ganti kerugian yang layak dan adil. Pemberian ganti rugi lahan dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disepakati kedua belah pihak. Sebelum pemberian ganti rugi lahan ini akan dilakukan musyawarah antara kedua belah pihak hingga mendapati kesepakatan.


Penyelewengan pasal ini pernah terjadi, yaitu pada kasus pembangunan jalan tol Padang - Pekanbaru Ruas Padang - Sicincin. Pembangunan bertujuan untuk kepentingan umum dan termasuk dalam proyek strategis nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Proses pembangunan jalan tol ini mengalami kendala dalam hal pembebasan lahan karena terjadi konflik antara masyarakat dengan pemerintah mengenai ganti rugi dan penetapan trase jalan tol yang akan berdampak kepada lahan produktif, permukiman masyarakat, dan tanah ulayat (tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan). Konflik disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ganti rugi lahan ditetapkan secara sepihak; kurang maksimalnya sosialisasi kepada masyarakat setempat; ketidakpuasan masyarakat dengan nilai ganti rugi yang ditetapkan; tidak adanya standar yang jelas dalam penghitungan ganti rugi; masyarakat beranggapan jalan tol tidak berdampak terhadap peningkatan ekonomi dan kelangsungan hidup mereka; minimnya informasi yang disampaikan mengenai proses pembebasan lahan; dan terancam hilangnya identitas kepemilikan hak atas tanah ulayat. Pemahaman tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sangat dibutuhkan dalam melakukan pembangunan infrastruktur nasional. Hal ini dikarenakan AMDAL dapat mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 1 ayat (2) AMDAL adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Mengacu pada pengertian AMDAL di atas dapat disimpulkan bahwasanya AMDAL merupakan alat pengelolaan lingkungan hidup yang mempunyai tujuan untuk menghindari dampak, meminimalisasi dampak, dan melakukan mitigasi/kompensasi dampak. AMDAL menjadi salah satu syarat perizinan dimana sebelum mengambil keputusan wajib untuk mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan izin usaha atau kegiatan. Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan maka diperlukan prosedur-prosedur pelaksanaan AMDAL yang rinci.


Prosedur AMDAL sendiri sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999. Namun kenyataannya masih banyak permasalahan atau penyelewengan dalam perizinan dari AMDAL tersebut. Salah satu contoh pembangunan nasional yaitu Bendungan Bener di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Pada kasus pembangunan ini terdapat satu analisis AMDAL untuk dua proyek berbeda. Dimana AMDAL tersebut digunakan untuk analisis mengenai dampak lingkungan Bendungan Waduk Bener dan aktivitas tambang di Desa Wadas. Menurut Akademisi IPB, Rina Mardiana mengatakan dalam AMDAL tersebut tidak terdapat uraian dari dampak masing-masing proyek secara spesifik terhadap beberapa desa yang berada di antara Bendungan Bener dengan Desa Wadas. Selain itu AMDAL dari proyek ini melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelola. Berdasarkan kebijakan di atas, seharusnya yang ada di dokumen AMDAL itu berisi Bendungan dan Tambang Wadas. Namun, dokumen Amdal yang ada hanya untuk proyek Bendungan Bener, adapun khusus untuk tambang tidak ada.


Akibat dari kurang tegasnya prosedur dari AMDAL ini mengakibatkan sejumlah kerusakan dan perubahan kualitas alam di Desa Wadas. Kerusakan lingkungan yang terjadi yaitu penurunan kualitas udara, timbulnya polusi udara dari mesin alat-alat berat karena proyek tersebut dikerjakan siang dan malam tanpa henti, terganggunya kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat yang lahannya digunakan untuk pembangunan tersebut yaitu kehilangan mata pencaharian. Dampak lainnya yaitu hilangnya habitat hewan yang awalnya tinggal di lingkungan pembangunan.


Permasalahan kebutuhan lahan untuk pembangunan nasional di Indonesia masih menjadi pro kontra di kalangan masyarakat. Pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah nyatanya lebih banyak merugikan masyarakat kalangan menengah ke bawah, terutama petani. Banyaknya lahan pertanian yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur nasional tidak hanya menimbulkan kerugian bagi kehidupan petani, tetapi juga berdampak negatif bagi lingkungan. Oleh karena itu, persoalan mengenai perencanaan pembangunan nasional seharusnya menjadi topik pembahasan yang perlu mendapat perhatian khusus agar tidak menimbulkan dampak yang negatif terhadap perkembangan pembangunan pertanian di Indonesia.


Berdasarkan permasalahan diatas, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan permasalahan yang kemungkinan timbul akibat adanya proyek pembangunan nasional. Pemerintah perlu memperhatikan lagi terhadap beberapa hal, diantaranya peninjauan kembali terhadap peraturan, dampak lingkungan yang akan timbul, dan melaksanakan prosedur AMDAL dengan benar sesuai ketentuan yang berlaku. Proyek infrastruktur yang digalakkan diharapkan memenuhi keterbukaan informasi, konsultasi, partisipasi, dan akuntabilitas, termasuk mekanisme pemulihan jika terdapat struktur negara yang haknya terbukti dilanggar akibat proyek infrastruktur. Hal ini tentunya ditujukan untuk kemaslahatan semua pihak serta menghindari kemungkinan timbulnya permasalahan yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat setempat. Selain itu, masyarakat harus diikutsertakan secara penuh dalam pembangunan yang akan dilakukan. Perlu adanya penerapan tanggung jawab pemilik modal yang memiliki lahan pertanian setelah lahan tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur nasional. Selain itu, juga perlu adanya upaya pemberdayaan para petani untuk mengelola lahan pertanian yang telah menjadi milik dari pemodal yang belum dikelola secara optimal.




DAFTAR PUSTAKA

 

Anggraini, R. M. 2022. Konflik Agraria Pembangunan Bendungan Bener Purworejo: Perspektif Yuridis Normatif. El-Dusturie. 1 : 1 - 22.

 

Badan Pusat Statistika. 2021. Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia 2021.

 

Chandra Iswinarno dan Yaumal Asri Adi Hutasuhut. 2022. Pusat Studi Agraria IPB Bongkar Kejanggalan AMDAL Penambangan Batuan Andesir di Desa Wadas. Diakses pada tanggal           6                              November       2022                           pukul        14.00

WIB. https://www.suara.com/news/2022/02/21/200045/pusat-studi-agraria-ipb- bongkar-kejanggalan-amdal-penambangan-batuan-andesit-di-desa-wadas

 

Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap Sektor Pertanian Kajian Di D.I.Yogyakarta 2021 Badan Pusat Statistika Provinsi D.I. Yogyakarta

 

Hidajat,    Koerniawan. 2021. Kasus    Desa    Wadas    Pembangunan    Bendungan Bener Perspektif SDG’s Desa. Jurnal Pemberdayaan Nusantara 1. 1 : 1 – 8.

 

Pembukaan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

 

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021

 

PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

 

Riri, S. (2021). Analisis Pemetaan Konflik Pembangunan Jalan Tol Padang-Pekanbaru (Studi Kasus Ruas Padang-Sicincin) (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).

 

UI Open Courseware. Amdal. Diakses pada tanggal 6 November 2022 pukul 14.15 WIB. https://ocw.ui.ac.id/pluginfile.php/388/mod_resource/content/0/naskah%20sesi%2 0910-AMDAL.pdf

 

Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

 

Undang - Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

 

Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRESS RELEASE INAUGURASI 2024

PRESS RELEASE AGRICARE BATCH 2 2024

PRESS RELEASE STUDI BANDING & VISIT COMPANY 2024